Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, yakin dapat memenangkan persidangan uji materi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Agung di Mahkamah Konstitusi (MK).
Yusril yakin argumentasi yuridis maupun keterangan saksi ahli dan saksi fakta yang didatangkan dalam persidangan tersebut sulit dipatahkan. Sehingga gugatannya secara otomatis juga akan dikabulkan oleh majelis hakim MK.
“Yakin saja. Permohonan saya bahwa tentang penafsiran masa jabatan Jaksa Agung itu harus dibatasi akan dikabulkan. Saksi-saksi ahli dan saksi fakta akan saya hadirkan di sidang nanti,” terang Yusril usai menjadi pembicara dalam seminar "Pro Kontra Keabsahan Jaksa Agung" di Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang, Senin (9/8/2010).
Menurut Yusril langkah yang ditempuhnya memang ingin menguji konstitusionalitas penafsiran pasal 19 dan pasal 22 Undang-undang Tentang Kejaksaan Agung yang dihubungkan dengan prinsip negara hukum, sebagaimana tertuang dalan Keputusan Presiden Nomor 187/M tahun 2004, Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007 dan Keputusan Presiden Nomor 83/P tahun 2009.
Menurutnya, jika tidak dibatasi, maka jabatan Jaksa Agung di Republik Indonesia dapat berlaku seumur hidup. "Menurut Mensesneg Sudi Silalahi, Jaksa Agung (Hendarman SUpandji) itu legal, menurut saya ilegal. Itu Sudi belajar hukum di mana," tanya Yusril.
Yusril mengakui kalau motivasinya mempermasalahkan jabatan Jaksa Agung lantaran terkait Hendarman Supandji menetapkan ia sebagai tersangka kasus korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Kementrian Hukum dan HAM.
Menurutnya, kasus Sisminbakum aneh. Sistem tersebut sudah berjalan selama delapan tahun dan tidak bermasalah, namun mengapa sekarang baru dipermasalahkan.
“Mungkin benar kata orang kalau ini berkaitan dengan presiden yang suka membunuh lawan politiknya dengan kasus hukum," terangnya.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang Mahmuhtarom mengatakan untuk mengetahui keabsahan jabatan Jaksa Agung harus dilihat dari dasar pengangkatannya.
Jika dalam surat keputusan pengangkatan disebutkan masa jabatan, maka dengan sendirinya masa jabatan itu akan berakhir. Namun jika tidak disebutkan, maka harus dilakukan cek dan ricek dengan aturan lain, termasuk hukum kebiasaan.
“Kalau ada lebih dari satu ketentuan maka hendaklah mengambil prinsip agama yang mengedepankan kemaslahatan umat. Ini penting," terang Mahmutarom.
Pembicara lain, pengacara HD DJunaedi menilai, dalam keputusan presiden (Keppres) pengangkatan Jaksa Agung, tidak tertera masa jabatan. Oleh karena itu, soal kapan berakhirnya masa jabatan itu maka kembali lagi ke presiden karena ia merupakan pihak yang mengangkat jaksa agung.
"Ya tidak masalah dong, selama presiden masih membutuhkan," kata Djunaedi.
Djunaedi khawatir jika MK nantinya menyatakan jabatan Jaksa Agung yang disandang Hendarman Supandji tidak sah, maka akan banyak produk hukum dan keputusan Kejaksaan yang menjadi tidak sah. Ujung dari semua ini, akan memunculkan kekacauan dalam penegakan hukum di Indonesia. “Bisa saja nanti jadi kaos," terangnya.
Sementara itu, Dosen Magister Ilmu Hukum Unissula, Gunarto mengatakan bahwa pro-kontra terhadap legalitas Jaksa Agung menggambarkan problem penegakan hukum di Indonesia yang telah keluar dari substansinya.
Terkait hal ini, ia mendesak institusi kejaksaan harus mampu keluar dari kemelut ini sehingga nantinya dapat menuntun tegaknya hokum secara progresif. “Kalau ini berlarut-larut, maka nanti hakikat hukum untuk menegakkan keadilan dan bermanfaat bagi khalayak akhirnya terlupakan,” papar Gunarto.(okezone)
10 Agustus 2010
Yusril Yakin Menang Uji materi UU Kejaksaan
00.05
Ajang artikel
No comments
0 komentar:
Posting Komentar