Total Tayangan Halaman

06 Agustus 2010

MS Kaban Dituding Lecehkan Hukum Adat Dayak

Centre for Orangutan Protection (COP) mendesak Kementerian Kehutanan untuk segera mencabut izin operasi PT. Toras Banua Sukses di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

LSM tersebut menuding Kementerian Kehutanan ikut bertanggung jawab atas kerusakan hutan yang menjadi habitat orangutan karena telah memberikan izin pembabatan hutan kepada PT. Toras Banua Sukses pada tanggal 17 April 2006 seluas 24.920 hektar melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:107/MENHUT- II/2006.

"Pencabutan izin merupakan solusi strategis untuk permasalahan - permasalahan seperti: konflik antara masyarakat, perusahaan dan aparat pemerintah daerah yang memicu pelanggaran hak asasi manusia, bencana alam banjir, sulitnya mencari habitat yang aman bagi orangutan eks-rehabilitasi," ujar Ali Daud juru bicara COP kepada Tribunnews.com lewat siaran persnya, Jumat (6/8/2010).

Konsesi pembabatan hutan tersebut, imbuh Daud, meskipun legal tapi keliru karena berada di atas hutan yang penting bagi masyarakat setempat dan kaya akan keanekaragaman hayati. Berbatasan langsung dengan Taman Nasional Betung Kerihun dan Hutan Lindung Bukit Panggihan - Bukit Lambu Anak, hutan Kapuas Hulu menjadi habitat bagi orangutan dan berbagai satwa liar langka lainnya seperti gibbon, bekantan dan beruang.

Bagi masyarakat Dayak Kayaan, Bukat, Semangkok dan Samus, jelas Daud, hutan di kawasan tersebut merupakan sumber penghidupan. Mereka menyebutnya dengan kawasan hutan adat Mendalam. Hutan ini dilindungi oleh hukum adat setempat.

Izin yang diterbitkan oleh MS. Kaban, Menteri Kehutanan saat itu, paparnya, merupakan pelecehan terhadap hukum adat dan masyarakat Dayak. Ironisnya, sebulan sebelum ijin tersebut diterbitkan, MS Kaban telah diberkati dan dihadiahi sebuah Mandau dalam suatu upacara adat karena telah berkomitmen untuk melindungi hutan adat Mendalam.

“Konsesi pembabatan hutan itu sama dengan konsesi membabat hajat hidup masyarakat setempat. Bencana alam banjir telah 18 kali merendam desa - desa itu dalam 7 bulan terakhir ini. Masyarakat semakin sulit mencari satwa buruan dan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sikap aparat pemerintah yang ditugaskan melindungi perusahaan juga meresahkan. Kami mendukung upaya Komisi Nasional Hak Azasi Manusia untuk menyelidiki dugaan - dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh perusahaan dan aparat pemerintah setempat,” kata Ali Daud.

Pencabutan ijin operasi PT. Toras Banua Sukses juga merupakan solusi atas masalah yang selama ini dikeluhkan oleh Kementerian Kehutanan sendiri dan para pegiat konservasi orangutan di seluruh dunia. Salah satu masalah utama konservasi orangutan adalah sulitnya mencari kawasan hutan yang aman untuk pelepasliaran orangutan eks rehabilitasi yang kini jumlahnya sekitar 1200 orangutan.

Hutan adat Mendalam, merupakan habitat orangutan di masa lalu. Saat ini sudah sulit ditemui karena maraknya perburuan di masa lalu. Pelepasliaran orangutan eks-rehabilitasi dapat memulihkan populasi orangutan di kawasan tersebut. Perburuan juga bukan lagi masalah karena masyarakat sudah secara khusus berkomitmen untuk menjaga orangutan.

“Solusi itu ada di tangan Kementerian Kehutanan, sekarang ini. Penundaan dan penolakan oleh Kementerian hanya akan menyebabkan pelanggaran hak azasi manusia yang harus diderita masyarakat setempat. Kami memandang, penundaan dan penolakan oleh Kementerian adalah perwujudan dari nihilnya komitmen untuk melindungi orangutan dan habitatnya. Mereka hanya berkomitmen pada uang setoran bisnis kayu dan ini akan menyeret mereka ke penjara pada suatu hari nanti.” pungkas Ali Daud.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by NewWpThemes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Themes | New Blogger Themes